Suasana di openspace salah satu pusat perbelanjaan di kota Cebu yang disulap menjadi tempat EDM party |
Dari pecakapan kami di WhatsApp, host-ku selama di Cebu memintaku untuk menemuinya di Pacific Mall, sebuah pusat perbelanjaan yang berada di pinggiran kota Cebu. Kesepakatan dibuat karena sebelumnya aku bertanya apakah ada money changer yang berada dekat dengan tempat tinggalnya. dan di tempat itulah ia tunjukkan ada satu money changer. Di sana, dia juga memintaku untuk sekalian menyiapkan dresscode untuk mengikuti perayaan terbesar di kota terbesar kedua di Filipina ini dengan membeli kaus bertema sinulog. Aku pun menyetujuinya dan segera bertanya ke sopir jeepney apakah si sopir melewati tempat pertemuanku dengan teman lokal tadi. Si sopir hanya bilang akan menurunkanku ke persimpangan terdekat dari trayeknya dan memintaku untuk ganti transportasi umum lainnya untuk menuju Pacific Mall. Usai turun di persimpangan antara jalan A.C Cortes Ave dan Jalan S.B. Cabahung, aku melanjutkan perjalanan dengan menggunakan tricycle, alat transportasi seperti bentor di Indonesia namun memiliki trayek khusus. Murah saja, untuk perjalanan sejauh sekitar 1 km, si sopir hanya menagih ongkos sebesar 8 piso.
Tricycle |
Pacific Mall, Mandaue |
Saat matahari terbenam, kami baru sampai di apartemen. Di sana sudah ada si anak prancis yang gegoleran santai di lantai di pojokan kamar. Kusapa sekenanya karena masih kikuk di rumah orang ditambah pula bertemu dengan orang baru lagi. Jul segera menyuruhku untuk bergegas bersih-bersih badan karena setelah ini agenda kami adalah berkunjung ke tempat temannya yang letaknya berada tidak jauh dari tempat kami untuk makan malam bersama. Usai kemas-kemas, memastikan memakai dresscode yang "seharusnya", dan "dandan" alakadarnya, kami bertiga pun berangkat menuju tempat Carol, teman host-ku yang akan menjamu kami dengan masakannya.
Di halaman depan mini-apartemen yang dimilikinya, Carol menyambut kami dengan senyum lebar seraya mengangkat terbuka kedua tangannya dan langsung menelangkupkan keduanya ke badan bongsor Jul. Walau sedari awal aku sudah tau kalau kedua tangan wanita berbadan kecil dan ramping itu tidak akan pernah terkait satu sama lain di lingkar badan bongsor si Jul, aku tidak memprotesnya sama sekali. Seperti kakak adik kandung saja kulihatnya mereka berdua ini, hangat dan dekat sekali hubungan di antara keduanya. Usut punya usut ternyata Jul pernah lama tinggal di mini apartemen tiga lantai yang dimiliki Carol. Baru-baru saja dia pindah karena alasan yang saya kurang tau dan nggak se-kepo itu ingin tau. Sejurus kemudian Carol menjulurkan tangannya ke arah kami untuk menyalami aku dan Gigi, si cowok Prancis tadi. Dia langsung mempersilakan kami untuk duduk melingkar di sebuah gazebo di halaman depan mini-apartemen yang lengkap dengan kompor dan alat memasak di sampingnya. Suka sekali aku dengan suasananya. Tempat masak di depan tempat tinggal, tempat makan bersama di area terbuka beratap jerami. hangat sekali kesannya. Carol langsung menata hidangan yang sudah disiapkannya dan memotong-motong ayam panggang utuh yang kami beli sebelumnya di dekat apartemen Jul.
Sebelum mulai makan, tiba-tiba Carol memanggil-manggil seseorang ke arah rumah yang berada di hadapan gazebo kami. Seorang anak laki-laki kecil berparas tampan dengan kulit cerah yang kutaksir berumur 6 tahun datang dengan gembiranya menyerbu ke arah suara pemanggilnya berasal. Didekapnya Carol dan digelayutinya dengan manja wanita itu dari jatah dudukan bambu yang tersisa untuknya. Jul menyapa anak kecil itu dengan gembiranya. Carol pun mulai buka mulut mengenalkan sosok anak kecil tersebut yang tidak lain tidak bukan adalah buah hatinya. Oh, aku terperangah. Kukira wanita yang duduk di hadapanku ini masih lajang, ternyata perkiraanku salah. Dia bercerita jika anak itu adalah buah dari pernikahannya dengan seorang warga negara perancis yang ia temui di Filipina. Tapi entah mengapa sekarang sang suami sudah tidak bersamanya lagi. Carol bercerita ia hanya diwarisi tanggung jawab untuk merawat dan menjaga bangunan semi-apartemen yang sekarang ia sewakan. Entah, bagaimana statusnya. Aku pribadi tidak ingin meneruskan perbincangan yang sudah masuk ranah pribadi ini.
Usai menyelesaikan makanan kami berupa nasi, salad, ikan dan tidak ketinggalan ayam panggang yang kami bawa, kami bergegas siap-siap menuju pusat kota untuk ikut bergabung dengan anak-anak muda lainnya dalam perayaan malam sinulog. Carol tidak mau ketinggalan untuk ambil bagian. Ia telah mulai siap-siap dan dandan di saat kami baru menyelesaikan separo dari makanan di piring kami. Bersama-sama kami menuju jalan raya untuk mencari Jeepney yang akan mengantarkan kami ke Ayala Center. Saat kami tiba di jalan raya dekat dengan semi-apartemen Carol, tiba-tiba datang seorang pemuda yang langsung menyapa Jul dari seberang jalan. Dialah yang sebelumnya kubilang tamu lainnya yang akan menginap di apartemen Jul malam ini. Jolo namanya, si couchsurfer lokal asal Manila yang sepertinya telah kenal Jul sejak lama.
Ilustrasi bagian dalam jeepney |
Sekitar pukul setengah sembilan malam, kami berlima sudah sampai di daerah Ayala Center. Sudah banyak muda-mudi di sini. Rata-rata memakai atasan berwarna putih dengan pernak-pernik bertema sinulog. Satu Blok jalan ditutup untuk menampung kerumunan manusia yang membludak di malam itu. Kami berjalan beriringan menuju ke area tanah lapang yang di ujung jalan sana telah berdiri panggung musik dengan instalasi lampu berwarna-warni. Telah ada penampilan dari seorang DJ yang berdiri di atas panggung yang memainkan electronic dance music dan mengajak semua orang untuk ikut menari merayakan malam sinulog. Para pengunjung jingkrak-jingkrak kegirangan dan terbahak-bahak bersama kawan-kawan mereka. Namun tidak dengan kami. Karena kami datang agak sedikit telat, kami tidak mendapatkan posisi terbaik di tempat itu. Jolo pun berinisiatif untuk pindah ke tempat lain yang mengadakan hal serupa. Jolo sebagai pemuda metropolitan Manila rupanya paham betul seluk-beluk dunia pesta yang ada di Kota Cebu. Memang di malam sinulog ini, pusat-pusat perbelanjaan dan pusat-pusat keramaian di sini banyak yang mengkonversi public space yang dimilikinya untuk menjadi arena ajojing bagi kawula muda. Hal inilah yang menjadikan jalanan di Kota Cebu pada malam ini begitu tumpah ruah oleh manusia.
Bonceng dua di habal-habal |
Aku turun dari habal-habal dengan kondisi selangkangan dan kedua paha yang sudah kesemutan. Tidak langsung sampai, kami turun agak jauh dari tempat yang sebenarnya kami tuju. Alasannya satu, jalanan super macet sampai motor-pun benar-benar tidak bisa bergerak. Luar biasa memang hingar bingar malam ini. Jika kubandingkan, mungkin kondisinya sama dengan saat malam tahun baru di Indonesia. Kami pun berjalan beriringan menuju tempat yang aku sendiri tidak tau tempat seperti apa.
berfoto di depan City Time Square, Mandaue |
Sesaat setelah penukaran tiket dengan minuman |
Saat suasana masih lengang |
Suasana saat tepat pukul 24.00 waktu setempat |
Pukul dua dini hari, secara berangsur-angsur kumpulan manusia ini keluar dari arena. Walaupun kulihat dari kejauhan, di panggung sana sang DJ masih saja asik memainkan alatnya yang kali ini ditemani oleh wanita-wanita berpakaian seksi yang menari-menari di tangga yang ada di samping kanan kirinya. Beberapa saat kemudian, akhirnya muncul juga teman-temanku sambil tertawa terbahak-bahak menghampiriku. "Menyerah juga akhirnya kalian", gerutuku. Mereka hanya terkikih menimpali gerutuanku.
Jolo rupanya kurang paham kondisiku yang sudah pusing tidak karuan. Alih-alih mengajak balik ke apartemennya Jul, dia malah mengajak kami untuk makan di restoran dengan fasilitas karaoke yang buka sampai pagi. Memang, lapar juga perutku sebelumnya. Tapi pening di kepalaku sudah begitu hebatnya sampai rasa lapar pun sudah tak tau entah ke mana. Aku sempat minta untuk pulang saja, namun aku kalah suara. Semua menginginkan mampir makan dulu, kecuali aku. Mau tidak mau aku mengikuti mereka, yang pada akhirnya aku pun ikut makan juga di sana. Di ruang makan yang tersekat-sekat, semua cerita ini itu, haha-hihi nggak jelas sambil sekali-sekali nyanyi lagu-lagu lawas yang aku sendiri tidak tau lagunya siapa. Dan kegiatan menyiksa ini berlangsung sampai pukul setengah empat pagi. Walhasil kami baru sampai apartemen Jul dan menutup kegiatan kami malam itu pas waktu subuh.
My memory of January 16th 2016
Komentar
Posting Komentar